Ekonomi, Regional

Kelapa sawit Malaysia jadi bagian dari negosiasi kereta cepat

Konsumsi minyak sawit yang besar di China akan membuat permintaan global yang lebih tinggi

Muhammad Nazarudin Latief  | 10.04.2019 - GÜNCELLEME : 10.04.2019
Kelapa sawit Malaysia jadi bagian dari negosiasi kereta cepat Tumpukan buah kelapa sawit di desa Kuwala, Kutalimbaru, Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia, pada 18 Januari 2017. Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, dibuat dari buah kelapa sawit, diikuti oleh Malaysia. (Jefri Tarigan - Agensi Anadolu)

Jakarta Raya

Muhammad Latief

JAKARTA 

Malaysia diperkirakan akan mendapatkan keuntungan besar jika memasukkan pembelian minyak sawit sebagai bagian dari perjanjian negosiasi ulang East Coast Rail Link (ECRL) antara Malaysia dan Cina, kata analis.

Dalam laporan riset terbaru, CGS CIMB menggambarkan perkembangan ini sebagai "berpotensi positif" untuk sektor perkebunan serta surplus perdagangan dan transaksi berjalan Malaysia, seperti dilansir The Star.

Impor minyak sawit China mencapai sekitar 5,05 juta ton atau 58 persen dari total impor minyak nabati negara tersebut.

Dari jumlah itu, minyak sawit asal Malaysia sebesar 1,92 juta ton atau 5 persen dari total konsumsi minyak nabati Cina.

"Jika kesepakatan itu melibatkan volume penjualan minyak sawit yang lebih tinggi dari Malaysia ke China dibandingkan dengan 1,87 juta ton pada 2018, ini akan mendorong harga CPO melalui penarikan stok," kata unit riset itu dalam laporan terbarunya.

Kesepakatan lain adalah komitmen China untuk menggunakan minyak sawit lebih banyak dibanding minyak nabati lainnya.

“Skenario ini juga akan memberi hal yang positif bagi komoditas CPO karena menimbulkan permintaan global yang lebih tinggi.

“Namun, jika kesepakatan ini membuat China menggunakan lebih banyak minyak sawit dari Malaysia, maka hal itu berpotensi memperluas kesenjangan harga CPO antara harga CPO lokal dan Indonesia,” tambah CGSCIMB.

Jika pembicaraan ECRL mengarah ke harga CPO yang lebih tinggi, ini menunjukkan bahwa hal itu akan positif bagi perkebunan dan surplus neraca berjalan Malaysia.

Harga CPO yang lebih tinggi akan membantu meningkatkan pendapatan perusahaan perkebunan dan membiayai biaya dari upah minimum yang lebih tinggi.

Malaysia mencatat surplus perdagangan minyak kelapa sawit RM38.9 miliar pada 2018, atau 2,7 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Oleh karena itu, CGSCIMB mengatakan volume ekspor yang lebih tinggi ke China dapat meningkatkan perdagangan Malaysia dan surplus neraca berjalan.

"Kami memperkirakan bahwa setiap kenaikan 5 persen dalam volume ekspor minyak kelapa sawit, dengan asumsi harga minyak kelapa sawit tetap konstan, dapat meningkatkan surplus neraca berjalan sebesar RM2 miliar atau 0,14 persen dari PDB."

Pada 4 Maret, Menteri Industri Primer Teresa Kok menyaksikan penandatanganan empat dokumen ekspor 1,62 juta ton minyak kelapa sawit dari Malaysia ke China dengan nilai mencapai USD 891 juta.

Perlu diketahui bahwa minyak sawit Malaysia telah kehilangan pangsa pasar di China

Statistik Dewan Minyak Sawit Malaysia mengungkapkan kontribusi minyak sawit Malaysia pada total impor minyak sawit China turun dari 76 persen pada 2003 menjadi hanya 38 persen pada 2017.

Hal ini mungkin disebabkan karena persaingan yang ketat dengan minyak sawit Indonesia.

China adalah importir minyak sawit terbesar ketiga Malaysia setelah India dan Uni Eropa.

Namun, total ekspor minyak kelapa sawit Malaysia turun dari 28 persen pada 2007 menjadi 11,6 persen pada 2017.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). . Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın